Pantai
Jika ditanya apa yang aku inginkan saat ini, jawabku adalah pantai… senandung
deburan ombak yang menenangkan hati, hembusan angin sepoi-sepoi menentramkan
jiwa. Ya, pantai… aku ingin bercerita tentang jeritan hati, aku ingin berbagi
beban yang rasanya semakin hari semakin menyesak di kepala. Pantai… bolehkah
aku berbagi beban denganmu?? Sudah aku bilang, bahwa aku wanita yang rapuh… aku
akan hancur jika tak ada penyangga, semangat itu… aku tak tahu sampai kapan ia
dapat bertahan. Semangat yang membawaku sampai di posisi ini. Berat beban
seorang pemimpin, harus bisa mengerti banyak orang, harus bisa menjadi
penyemangat buat orang lain, harus selalu mengalah, harus selalu disalahkan.
Ya, aku tahu ini semua resiko yang harus aku terima atas keputusan yang telah
aku ambil, aku ingin belajar mengerti mereka, aku ingin menjadi penyemangat
mereka, aku bersedia mengorbankan waktu, tenaga, dan fikiran untuk mereka.
Tapi, sekali lagi aku katakan, aku wanita yang rapuh… aku ingin dimengerti, aku
juga ingin berbagi beban bersama orang lain. Tapi mengapa semua itu dikatakan
sebagai mengeluh, salahkah jika aku ingin berbagi, salahkah jika aku ingin
bercerita, berat semua kalau harus aku tanggung sendiri. Entahlah, mungkin
tulisan ini pun dikatakan sebagai keluhan, mungkin orang lain pun akan bosan
mendengarnya. Pantai… aku harap orang itu bukan kamu, aku ingin selalu
bercerita tentang beban dan masalahku… karena dengan bercerita semua terasa
ringan, setidaknya aku bisa sedikit bernafas lega, mengirup udara pantai yang
menyejukkan. Saat tak ada lagi yang bersedia menjadi pendengarku, biarlah aku
bercerita padamu. Aku ingin semua dapat kau simpan menjadi rahasia kita. Berapa
banyak jeritan hati, air mata yang jatuh, keluhan yang keluar, biarlah
menjadi rahasia aku dan kamu. Karena aku
tak tahu sampai kapan lisan ini dapat terus bercerita , sampai kapan pundak ini
dapat menopang amanah, dan sampai kapan lagi kaki ini dapat kuat tegak berdiri,
aku tak tahu… dan jika saat itu tiba, aku ingin kau tetap disisiku .