Aplikasi
Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran
Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran telah dimulai
pada tahun 1901 oleh henry danlos yang menggunakan radium untuk pengobatan
penyakit TBC pada kulit. Radioisotop adalah isotop suatu unsur
yang radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif. Isotop suatu unsur baik yang
stabil maupun radioaktif memiliki sifat kimia yang sama. Radioisotop dapat digunakan sebagai
perunut (untuk mengikuti unsur dalam suatu proses yang menyangkut senyawa atau
sekelompok senyawa) dan sebagai sumber radiasi /sumber sinar.
Berikut adalah beberapa contoh aplikasi radioisotop sebagai
perunut:
·
Teknetum-99 (Tc-99) yang disuntikkan kedalam pembuluh
darah akan akan diserap terutama oleh jaringan yang rusak pada organ tertentu, seperti
jantung, hati dan paru-paru. Sebaliknya, TI-201 terutama akan diserap oleh
jaringan sehat pada organ jantung. Oleh karena itu, kedua radioisotop itu
digunakan bersama-sama untuk mendeteksi kerusakan jantung.
- Iodin-131 (I-131) diserap
terutama oleh kelenjar gondok, hati dan bagian-bagian tertentu dari otak. Jika
I-131 ini dimasukkan kedalam tubuh dalam dosis yang kecil, maka I-131 ini
akan masuk ke dalam pembuluh darah traktus gastrointestinalis. I-131 dan
akan melewati kelenjar tiroid yang kemudian akan menghancurkan sel-sel
glandula tersebut. Hal ini akan memperlambat aktifitas dari kelenjar
tiroid dan dalam beberapa kasus dapat merubah kondisi tiroid. Oleh karena itu, I-131 dapat digunakan untuk
mendeteksi kerusakan pada kelenjar gondok, hati, dan untuk mendeteksi
tumor otak.
- Iodin-123
(I-123) adalah
radioisotop lain dari Iodin. I-123 yang memancarkan sinar gamma yang
digunakan untuk mendeteksi penyakit otak.
- Natrium-24
(Na-24) digunakan
untuk mendeteksi adanya gangguan peredaran darah. Larutan NaCl yang tersusun atas Na-24 dan Cl yang stabil
disuntikkan ke dalam darah dan aliran darah dapat diikuti dengan
mendeteksi sinar yang dipancarkan, sehingga dapat diketahui jika terjadi
penyumbatan aliran darah.
- Xenon-133
(Xe-133) digunakan
untuk mendeteksi penyakit paru-paru.
- Phospor-32
(P-32) digunakan
untuk mendeteksi penyakit mata, tumor, dan lain-lain. Serta dapat pula
mengobati penyakit polycythemia rubavera, yaitu pembentukan sel darah
merah yang berlebihan. Dalam penggunaanya isotop P-32 disuntikkan ke dalam
tubuh sehingga radiasinya yang memancarkan sinar beta dapat menghambat
pembentujan sel darah merah pada sum-sum tulang belakang.
- Sr-85 untuk mendeteksi penyakit pada tulang.
- Se-75 untuk mendeteksi penyakit pankreas.
- Kobalt-60
(Co-60) sumber
radiasi gamma untuk terapi tumor dan kanker. Karena sel kanker lebih
sensitif (lebih mudah rusak) terhadap radiasi radioisotop daripada sel
normal, maka penggunakan radioisotop untuk membunuh sel kanker dengan
mengatur arah dan dosis radiasi.
- Kobalt-60
(Co-60) dan Skandium-137 (Cs-137), radiasinya digunakan untuk sterilisasi alat-alat medis.
- Ferum-59 (Fe-59) dapat digunakan untuk mempelajari dan mengukur laju
pembentukan sel darah merah dalam tubuh dan untuk menentukan apakah zat
besi dalam makanan dapat digunakan dengan baik oleh tubuh.
·
Cr-51 dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan limpa.
- Ga-67 dapat digunakan untuk memeriksa
kerusakan getah bening
- C–14 dapat digunakan untuk mendeteksi
diabetes dan anemia
Pada prinsipnya, bahan radioisotope ditambahkan kedalam
suatu system, Karena radioisotop tersebut mempunya
sifat kimia yang sama dengan sisten tersebut maka radioisotop yang telah
ditambahkan dapat digunakan untuk menandai suatu senyawa
sehingga perubahan senyawa pada sistem dapat dipantau.
Secara umum, factor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
radioisotope untuk pemakaian pada manusia adalah tidak toksik, mudah diproduksi
dan murah. Disamping itu pemilihan jenis radioisotope bergantung pula pada
tujuan pemakaian perunut tersebut. Untuk tujuan diagnosis lebih banyak
digunakan radioisotope pemancar g murni dengan waktu paruh yang relative singkat serta
energy yang rendah, sedangkan untuk pengobatan internal dipilih radioisotope
pemancar a atau b.
Pengertian waktu paruh suatu radioisotope adalah waktu yang
menyatakan bahwa setelah waktu tersebut maka radioaktifitas akan menurun
menjadi setengah dari radioaktifitas semula dan akan menurun untuk waktu
berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipunyai oleh suatu radiofarmaka antara
lain :
1.
Toksisitasnya rendah
2.
Pembuatan dan penggunaannya mudah
3.
Lebih spesifik untuk penyakit tertentu atau terakumulasi pada organ
tertentu
4.
Tingkat bahaya radiasi pada manusia rendah
5.
Untuk visualisasi eksternal sebaiknya merupakan sinar g murni dengan energy 100-400 keV.
Contoh aplikasi radioisotop
sebagai sumber radiasi :
1.
Teknik Pengaktifan Neutron
Teknik
nuklir ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama
untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil
(Co, Cr, F, Fe, Mn, Se, Si, V, Zn, dsb) sehingga sulit ditentukan dengan metoda
konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada siftanya yang tidak merusak
dan kepekaannya yang sangat tinggi. Disini contoh bahan biologic yang akan
diperiksa ditembaki dengan neutron
2.
Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran
kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma
atau sinar-X. Berdasarkan
banyaknya radiasi gamma atau sinar – X yang diserap oleh tulang yang diperiksa
maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan
dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat osteoporosis yang sering
menyerang wanita pada usia menopause sehingga menyebabkan tulang mudah patah.
3.
Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3d-Crt)
Terapi
dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi
telah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik
elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa
perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat
pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi
kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui
kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang
akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan
dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak
tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan dengan radiasi pengion sebagai
pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit
dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik
ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar
target.
4.
Sterilisasi radiasi.
Radiasi
dalam dosis tertentu dapat mematikan mikroorganisme sehingga dapat digunakan
untuk sterilisasi alat-alat kedokteran. Steritisasi dengan cara radiasi
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan sterilisasi konvensional
a) Sterilisasi radiasi lebih sempurna dalam mematikan mikroorganisme. b)
Sterilisasi radiasi tidak meninggalkan residu bahan kimia. c) Karena dikemas
dulu baru disetrilkan maka alat tersebut tidak mungkin tercemar bakteri lagi
sampai kemasan terbuka. Berbeda dengan cara konvensional, yaitu disterilkan
dulu baru dikemas, maka dalam proses pengemasan masih ada kemungkinan terkena
bibit penyakit.
Prinsip sterilisasi adalah
membebaskan alat tersebut dari semua jasad hidup terutama jasad renik
(mikroba). Secara umum teknik sterilisasi dapat dibagi menjadi 2 bagian
(Nurlaila, 2002):
1.
Sterilisasi
panas menggunakan uap dan tekanan atau suhu 170oC
2.
Sterilisasi
dingin dengan menggunakan cara kimia atau cara radiasi
Alat kedokteran kebanyakan
berbahan plastik sehingga tidak tahan terhadap sterilisasi panas, untuk itu
dilakukan sterilisasi cara radiasi menggunakan radioisotop. Alat-alat
kedokteran yang disterilkan dengan cara radiasi harus tahan terhadap dosis
radiasi yang digunakan. Bila bahan tersebut terurai karena radiasi maka hasil
urainya tidak berpengaruh negatif.
Jenis radiasi yang dapat digunakan untuk sterilisasi
terdiri dari :
1.
Radiasi
pengion yang dapat berupa gelombang elektromagnetik (sinar g, sinar – X) dan dapat pula berupa partikel b.
2.
Radiasi
non pengion misalnya sinar ultraviolet, infra merah, ultra sonik dll.
Besarnya dosis untuk sterilisasi tergantung pada
jumlah, jenis dan daya tahan mikroba yang mencemari, akan tetapi umumnya dosis
yang digunakan adalah 25 kGy. Alat kedokteran yang disterilkan dengan cara
radiasi harus tahan terhadap dosis radiasi yang digunakan.
5.
Metode Terapi
Saat
ini, telah ada beberapa terapi menggunakan radioisotop yang dapat dikatagorikan
ke dalam nanomedicine.
Salah satunya adalah penggunaan CNT. Mereka menggunakan
lensa dilapisi dengan carbon nanotube (CNT) untuk mengkonversi cahaya
dari laser untuk gelombang suara terfokus. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
sebuah metode yang bisa menghancurkan tumor atau bagian tubuh lainnya yang
sakit tanpa merusak jaringan yang sehat. Para peneliti sedang menyelidiki
penggunaan nanopartikel bismut untuk memfokuskan radiasi yang digunakan dalam
terapi radiasi untuk mengobati tumor-kanker.
Terapi
ini sedang dikembangkan untuk menghancurkan tumor kanker payudara. Dalam metode
ini, antibodi ditarik oleh protein yang diproduksi oleh sel kanker payudara
setipe yang melekat pada nanotube, yang menyebabkan nanotube
berakumulasi di tumor. Sinar inframerah dari laser diserap oleh nanotube
dan menghasilkan panas yang dapat menghancurkan tumor.
Terapi tumor atau kanker.
Berbagai jenis
tumor atau kanker dapat diterapi dengan radiasi. Sebenarnya, baik sel normal maupun
sel kanker dapat dirusak oleh radiasi tetapi sel kanker atau tumor ternyata
lebih sensitif (lebih mudah rusak). Oleh karena itu, sel kanker atau tumor
dapat dimatikan dengan mengarahkan radiasi secara tepat pada sel-sel kanker
tersebut.
7.
Medical Imaging
Medical
imaging menggunakan sinar-X didasarkan pada perbedaan daya tembus sinar-X pada
materi yang berbeda. Sedangkan pada nuclear medicine, medical imaging lebih
didasarkan pada interaksi level molekul antara senyawa atau gugus atom tertentu
dengan sel atau jaringan. Misalnya senyawa 2- methoxy-isobutyl-isonitrile
(MIBI) untuk jantung, diethylene tetramine penta acetate (DTPA) dan
hexamethylpropylene amine oxime (HMPAO) untuk otak, DTPA untuk ginjal,
hepatoiminodiacetic acid (HIDA) untuk hati dan hydroxy methylene diphosphonate
(HMDP) untuk tulang.
Penggunaan teknik nuklir dalam bidang kedokteran,
dapat menunjang para ahli medis untuk mengambil keputusan dalam mendiagnosis
suatu penyakit serta dapat dipakai untuk pengobatan. Diagnosis penyakit dengan
teknik nuklir dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat karena dari hasil
pencitraan dapat dievaluasi keadaan struktur morfologis, maupun anatomis dan
fisiologis suatu organ serta tidak memberikan rasa sakit. Pemakaian zat
radioaktif untuk maksud diagnosis serta pengobatan penyakit relatif aman selama
memenuhi aturan yang telah ditentukan baik mengenai dosis maupun penanganannya.
Efek radiasi yang dipancarkan radioisotop dapat digunakan untuk sterilisasi
bahan dan peralatan yang menunjang segi kesehatan serta dapat digunakan sebagai
pengobatan dan terapi berbagai penyakit dalam organ tubuh. Teknik nuklir
memberikan manfaat dan andil yang cukup besar dalam menunjang program kesehatan
masyarakat.
Daftar
pustaka
Akhadi, M. 2004. Pemanfaatan
Radioisotop Dalam Teknik Nuklir Kedokteran. Badan Tenaga Nuklir
Nasional: Jakarta.
Arma, A. J. A. 2004 . Zat Radio
Aktif Dan Penggunaan Radio Isotop Bagi Kesehatan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat - Universitas Sumatera Utara: Medan.
Fatul. 2011. Pemanfaatan
Radioaktif Dalam Berbagai Bidang. (online). (http: akulisfatul.blogspot.com/2011/05/pemanfaatan-radioaktif-dalam-berbagai.html.
Diakses 4 Mei 2013).
Nurlaila, Z. 2002. Penggunaan
Teknik Nuklir dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan Sterilisasi Serta Resikonya
bagi Kesehatan. Buletin BATAN Th. XXII No. 1: Jakarta.
Siregar, R. E. 2004. Aplikasi
Damai Teknik Nuklir. FMIPA Unpad: Bandung.
Suyatno,F. 2010. Aplikasi Radiasi dan Radioisotop dalam Bidang
Kedokteran. STTN-BATAN
& Fak. Saintek UIN SUKA: Yogyakarta.